Kurang lebih setahun sudah. Ku lalui hari tanpa….. rasa yang selalu membuatku memiliki mimpi indah pada bangun dan tidurku.
Sebelumnya,
aku meminta maaf kepadamu bersama serpihan hati yang selama kurang lebih satu
tahun ini ku kumpulkan dengan tertatih – tatih. Maaf atas kelancanganku yang
telah memberanikan diri untuk menghubungimu kembali.
Aku tak
memiliki maksud lain. Sungguh.
Tapi jikalau
aku meminta kesediaan waktu mu sedikit saja untuk membaca, apakah kamu
berkenan? Apa kamu bersedia?
Jawabnya,
ada padamu.
***
Jangan
simpan kertasku. Atau rangkaian kata yang ku kirimkan padamu, melalui titipan
temanmu, maupun dariku sendiri. Aku, sungguh hanya ingin bertanya kabarmu. Aku bersusah
payah berdamai dengan kondisiku. Dengan kondisimu. Aku sungguh hanya ingin
menghapuskan dendamku. Meski aku tak berhak mengungkitnya.
Jadi,
Bagaimana kabarmu?
Certainly, you
look better than before. Rite ? J
Sejujurnya,
aku senang sekaligus benci melihatmu bahagia. Aku senang, karena aku bisa
melihat senyummu, meski bukan bersamaku. Aku senang, melihat tatapan cintamu.
Yang bukan lagi milikku. Dan aku benci, karena aku membencimu begitu dalam.
Maaf,
Aku
tak bermaksud mengungkap masalalumu.
Aku tak
ingin mengusik hari barumu. Bersama wanitamu.
Aku juga tidak sama sekali iri pada kisah mu
yang baru.
Aku masih
merasa lebih baik lagi. Sungguh.
Mungkin, aku nyaris kehabisan waktu. Waktu yang ku lalui dengan kesiasiaan.
Sepanjang
waktu, aku murka. Aku memaki diriku. Aku mengutuk kelakuanmu. Aku menghakimi hatiku.
Hingga pada akhirnya aku menyerah, pada titik lelahku. Titik lelah membencimu.
Titik jenuh mencintaimu dalam amarah.
Maafkan
aku..
Jawabnya ada
padamu.
Aku tak
berharap kamu membalas surat elektronikku.
Aku tak
berharap mendengar lagi kata manis dari bibir indahmu.
Aku tak berharap bola mata yang ku kagumi itu saling bertemu dengan mataku.
Aku tak
berharap mendapatkan lagi apa yang pernah menjadi milikku.
Tidak…
Aku sungguh,
sekedar ingin menyampaikan maaf kepadamu. Tidak sedikitpun ada serpihan yang
lebih daripada itu,
Tidak…
Maaf atas
hatiku yang ku selimuti dengan karang kecemburuan.
Maaf atas
otakku yang ku belenggu dengan sugesti kebencian.
Maaf atas
kelancangan jemariku, merangkai kembali kata untukmu.
Bukan cita –
citaku menabung benci. Aku hanya ingin berdamai dengan hatiku sendiri.
Maafkanlah
aku..
Baiklah.
Kurasa
cukup.
Mungkin saja
ini surat terakhirku. Mungkin juga tidak.
Terimakasih
untuk waktu yang kamu luangkan untuk membaca surat sampah ini.
Terimakasih
untuk waktu yang pernah kamu sediakan untukku, bertahun-tahun silam.
Aku tak
ingin terlambat berterimakasih pada siapapun.
Aku tak ingin
terlambat meminta maaf kepadamu.
Aku pernah
tersentak. Mengingat tiap tiap kata dan sumpah benciku, kepadamu.
Namun Aku
tak pernah menyesal. Aku tak meratapi kepergianmu. Aku tak berharap kamu
kembali.
Meski aku,
merindukanmu begitu dalam…
Berbahagialah,
Tuan Tampan..
Ku Mohon,
Maafkan aku.
Terimakasih J
Yang terlupakan di,
15 January♥
Backsound uyeayy!
Komentar
Posting Komentar