Setengah
abad yang lalu, ia terlahir sebagai perempuan berlatar belakangkan dari
keluarga islami, yang cukup fanatik. Kemudian ia tumbuh sebagai wanita tegar,
dan mempunyai prinsip yang kuat. Agak sedikit maskulin, cuek dan pendiam. Ya,
aku memang tidak mengenalnya kala itu. yang aku tau, berdasarkan ceritanya pada
buah hati tercintanya.
Tumbuh
sebagai gadis pesantren, yang di besarkan oleh lelaki tua yang fanatik dan
wanita yang cukup bawel. Ya, itu buyahku ( sebutan kakek pada keluarga kami ),
dan Uci ( sebutan kami untuk nenek ). Layaknya remaja pada umumnya, ia pun tak
luput dari kenakalan. Dan kisah cinta masa remaja. Sempat merasa kagum dan
merasa lucu mendengar rangkaian kisah masalalunya, dan itu mengasikkan.
Menangisi anak orang lain, ternyata ia pernah melakukannya. Berjalan jauh
sendirian, ternyata ia lebih hebat dariku. Dan jatuh cinta pada satu lelaki,
yang dipilihnya mungkin hingga maut memisahkannya. Berdasarkan ceritanya,
bukannya ia tidak ada yang memilih, tapi ia memiliki prinsip yang membuatku
tersenyum lebar. Katanya ia tidak akan mau memacari laki laki yang masih
menadahkan tangan pada orang tuanya. Dan semasa gadisnya, ia bukanlah typical
gadis yang peka terhadap laki laki. Hahaa lucu. Tapi itulah hidupnya.
Dan
seiring berjalannya waktu, ia mulai peka terhadap laki laki. Dengan menerima
cinta lelaki, seorang koki bandara. Terbuai akan rayuannya, lalu ia memutuskan
untuk menerima sandingnya.
Siapa
sangka gadis tomboy itu menikah dan menghasilkan 3 buah hati. Dan siapa sangka
bahwa hatinya begitu mulia. Begitu tegar menghadapi pahitnya cinta yang
terkhianati, bahkan pahitnya hidup. Mengesampingkan egonya demi tiga buah
hatinya yang masih membutuhkan kasih sayang lengkap dari kedua orangtuanya. Ya,
dan dia mempertahankan itu. demi buah hatinya. Menahan sakit, perih, dan kecewa
yang teramat dalam pada lelaki yang tega mengkhianati cintanya. Pertengkaran
demi pertengkaran yaang kami saksikan adalah makanan kami sehari hari. Tidaklah
jarang kami menyalahkan takdir, dan memaki hidup serta mengeluh dengan kelakuan
lelaki yang seharusnya kami jadikan panutan. Tapi, wanita itu. ya, wanita itu
bertahan. Tetap bertahan, menahan perihnya atas keputusan lelaki brengsek itu.
ya, lelaki itu tetap mengkhianatinya hingga sekarang. Membagikan hatinya untuk
dua wanita sekaligus tiga buah hatinya.
Ibu,
begitu kami menyebut wanita kuat itu. pahlawan kami. Pejuang kami. Malaikat
kami. Ibu peri kami. Melihatnya tersenyum, terkadang terselip pahit. Kami tau
itu palsu. Terkadang. Di setiap doa dan tangisnya, mungkin ia menyesali
keputusannya. Tapi lagi lagi, buah hatinya yang membuatnya bertahan. Katanya,
melihat buah hatinya senang itu sudah cukup. Mengobati lukanya. Kami tau dia
berbohong. Dia mendustai hatinya. Meskipun, ia bukanlah sosok wanita sempurna.
Namun, kami akui ia wanita hebat yang mendidik kami dengan cukup keras.
Terkadang kami amat sangat membencinya. Tapi percayalah ibu, kami tidak
bermaksud membencimu. Kami khilaf. Maafkan kami yang slalu membentakmu, tak
pernah menghargai tiaptiap ocehanmu, dan kami yang selalu mengecewakanmu.
Maafkan kami ibu...
Sungguh
bodoh dan berdosanya kami yang tak pernah membayar rasa sakitmu. Sungguh hina
kami untuk menjadi buah hatimu,Bu. Ibu, sungguh kami sangat menyayangimu Bu.
Ampuni kami.. surga kami ada pada telapak kakimu Bu.. tak sepantasnya kami kau
kasihi, tak sepantasnya kami dimanjakan, tak sepantasnya kami mendapat kasih
sayang yang begitu tulus dari mailakat tanpa sayap yang sesungguhnya.
Komentar
Posting Komentar