Tuhan,
maafkanlah.. sungguh ampunilah kami yang sekali lagi terjebak dalam surga maksiat. Kami saling mencinta dan menuruti setiap birahi yang menjamahi
aliran urat syahwat kami. Kami tak dapat menahan itu, dan mengendalikan
perasaan kami yang begitu menggebu.
Dan
kami telah menodai janji suci kami yang tak lagi akan mengulangi penyimpangan
ini. Namun kami tetap tak bisa berjalan lurus. Berat..Tuhan mengertilah ini
sungguh berat. Maafkan kami yang telah terbudaki oleh iblis. Lalu kami
menciptakan surga kami sendiri, kami
menghabiskan banyak senyum kemaksiatan dan kami bahagia akan ini.
Kami
saling mencintai, sungguh. Dia begitu tulus Tuhan. Cintanya begitu indah, peluk
hangatnya membuatku terlelap dalam rasa nyaman, dan dia yang membebaskanku
mengukir garis tawaku tanpa coretan. Walau terkadang aku merasa bersalah
karena telah menjatuhkan dia pada lubang yang tak lagi ingin ia lewati tadinya.
Maafkan lah aku Tuhan, salahkanlah aku. Hakimi aku, Hukum, aku jangan dia.. aku
benar benar ingin menikmati sisa hidupku bersamanya, sebagai orang yang slalu
ada dihatinya. Aku mohon.. aku ingin selalu melihat senyumnya dan perhatiannya hanya untukku.. cinta terlarang, menjadikan aku seorang yang egois. Tapi
aku tak sanggup mendustai setiap bisikan bisikan dalam lubuk hatiku, bahwa aku
sungguh mencintainya tanpa syarat. Bukan
karna parasnya yang memang rupawan, atau karna kata-katanya yang membuat
perasaanku melupakan siapa diriku, tapi memang hanya dia yang sanggup mengartikan aku, hanya
dia yang tulus mendengar setiap keluh kesahku, dan ia yang sanggup bersabar melayani
setiap desah manjaku. Dia bukanlah yang pertama, tetapi dia yang lain, dia yang
tak pernah kutemui kesamaan karakternya dan aku berharap dialah yang terakhir,
syukur syukur Tuhan mengizinkan kami berjodoh. Kami memang tak dapat mengubah
takdir atau memaksa takdir berpihak memeluk kami agar dapat mengikat kami lalu
bergandengan berjalan menuju abadi.. yang kami lakukan hanya berharap , bermimpi,
agar suatu saat Tuhan menurunkan wahyuNya merestui kami dan menjadikan kami
abadi lalu menjadikan mukjizat itu nyata. Dan apakah perasaan mencintai sesama
itu salah ? Bahkan kami pun tak mengerti mengapa kami dapat menyukai jenis yang serupa . lalu kamikah yang harus di salahkan ?
Mungkin
kami memang pantas dihina, memang pantas dikucilkan, tapi bersalahkah kami saat
kami merasa nyaman dengan perasaan kami? Kami pun tak ingin merasakannya, namun
apakah kami yang mengendalikan hati ini agar tak berdebar ketika melihat senyum
manusia yang berjenis sama dengan kami? Lalu timbul perasaan ingin memiliki
senyum itu, apakah kami yang mengendalikan semua itu? mungkin itu memang sebuah
kelainan. Tapi, apakah kami meminta agar mempunyai kelainan? Tidak. Kami tidak
pernah meminta untuk itu.
Aku sadar,
benar benar sadar bahwa ini adalah kesalahan paling fatal dalam hidupku dan
hidupnya. Yang menjadikan dia semakin sesat, dan aku menuruti cinta yang
mungkin hanya sesaat. Menyebutnya sebagai malaikat, menganggap cinta kami suci,
dan entah mengharapkan keabadian yang mungkin mustahil. Memuja segala ketidak
mungkinan, dan mengokohkan kalimat “ tidak ada yang tidak mungkin “.
Komentar
Posting Komentar