Tawamu, candamu, manjamu,
marahmu, sedihmu, semua ttgmu, semuanya telah terlukis dalam kanvas memoriku. Dan
masih ku simpan rapi, untuk suatu saat aku kenang,berdua dengan tetes air mata
haruku. Masihkah ada aku dalam gelap di tiap kedip matamu ? masihkah aku yang menjadi
mimpi indahmu dan pengharapanmu saat kau terbangun dan membuka kelopak mata
indahmu ? masihkah namaku yang kau sebut dalam setiap doamu? Cita cita cinta,
yang telah kita bangun dan kokohkan pada saat bunga bunga belum layu saat itu.
masihkah menjadi pengharapan terbesarmu?
Aku masih ingat, jelas. Yang kamu
janjikan saat keyakinanku goyah karna cinta yang tak sederhana ini. Kamu yang
membangkitkan aku, kamu yang menerangi tiap langkah gelapku, dan kamu, kamu
alasan aku untuk tetap bertahan pada singgasana yang telah reot saat itu. kamu
alasanku tersenyum, kamu alasan aku menjadi diriku, kamu yang menjadikan aku
lemah, sekaligus kuat untuk bertahan pada kehidupan yang jahat menurutku. Kamu sebab
kedua mengapa aku bertahan. Mengapa aku tak ingin kehilangan hembusan nafas. Mengapa
aku ingin terus melihat dunia. mengapa aku harus tetap berjuang untuk masa
depan yang belum pernah ku ketahui akan seperti apa nanti. Kamu, keluargaku,
sahabat-sahabatku. Alasan mengapa aku menjadi kuat sampai saat ini.
Tapi, sekarang aku kembali rapuh.
Bukan karna mu. Melainkan memang aku yang terlalu menuruti egoku. Aku yang
menduakanmu dengan segala aktifitas yang membuatmu menungguku begitu lama. Aku mengerti.
Sederhana. Menurut mereka memang sederhana. Tapi tak semudah itu untukmu,
untukku. Aku berusaha. Berusaha memahamimu dengan begitu keras. Aku pun
berfikir. Kisah terlarang yang telah aku putuskan untuk ku tulis lagi, bukan
dengan mudah kini kulepas begitu saja. Akupun memiliki komitmen, yang masih ku
genggam. Yang telah kita sepakati jauh sebelum aku memiliki dunia baruku. Aku tak
lupa. Sedikitpun.
Mungkin, penyakit. Tapi kesakitan
ini indah. Aku nyaman dengan sakit ini. Begitupun kamu, benar? Sayang, ke
egoisan memakan hati nurani kita. Memanaskan pemikiran kita yang dingin. Menjadi
terbakar. Kita, terlalu menggebu dalam kemarahan. Tapi sadarkah kamu, bahwa yg
kita perangi itu apa? Aku paham, aku sadar. Itu semua karna aku. Ya, bukankah
begitu?
Yang benar benar membuat aku
kehilangan akal sehatku, yaitu keterbatasan pemahamanku yang menjadikan masalah
ini begitu rumit. Memang, tak ada yg berdusta diantara kita. Tak ada yang
saling mengkhianati, dan saling menjatuhkan. Menurutku. Entah menurutmu, tuan
tampan. Apa yang menjadikanmu begitu marah padaku? Apa yang menjadikanmu gelap
padaku? Pandanganmu, yang tajam itu. dulu membunuhku tapi aku tenang. Dan sekarang,
kata-katamu yang mencibirku, menyudutkan aku, dan seolah menghakimiku. Pada akhirnya
akupun terbunuh, secara perlahan. Kau bilang, kau maafkan aku. Kau ikhlaskan
aku dengan kesenanganku. Kau indahkan lagi segala kalimatmu yang membuatku
bangkit dan terus mempertahankanmu. Dan seketika itu juga, belum jauh
perjalanan perbincangan kita, kau jatuhkan lagi aku. Kau sungkurkan aku begitu
keras. Dan kau tau? SAKIT ! SAKIT rasanya tertusuk oleh beberapa rangkai
kalimatmu ! sadarkah kamu, siapa yang sedang kau ajak bicara? AKU! Gadis kecil
yang tadinya kau sebut malaikat kecilmu. Lalu mengapa aku di perlakukan seperti
iblis? Aku perih sayang.. aku sakit.. aku mohon mengertilah... :’(
Komentar
Posting Komentar